Psikologi III
Disclaimer!!
Cerita ini adalah karya fiksi. Nama, karakter, tempat, dan insiden adalah hasil dari imajinasi penulis atau digunakan secara fiktif. Segala kesamaan dengan orang nyata, hidup atau mati, kejadian nyata, atau tempat nyata adalah kebetulan belaka.
Menyikapi Masalah
Matahari sore memancarkan sinar keemasan yang menyapu kota, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalan yang sibuk. Di lantai sepuluh sebuah gedung perkantoran, Budi memandangi pemandangan itu dari balik jendela kantornya. Wajahnya yang lelah tetapi penuh tekad memantulkan bayangan senja yang mulai memudar. Terdengar ketukan di pintu, membuyarkan lamunannya.
"Silakan masuk!" seru Budi.
Rina, sekretarisnya, masuk dengan langkah cepat. "Pak Budi, Dimas menelepon. Ada masalah di lokasi proyek. Crane-nya rusak."
Budi menghela napas, lalu tersenyum tipis. "Baiklah, Rina. Tolong atur agar rapat sore ini diundur. Aku akan ke sana sekarang."
Rina mengangguk dan segera berbalik untuk mengatur ulang jadwal. Sementara itu, Budi mengambil jasnya dan bersiap-siap. Sesampainya di lokasi proyek, suasana tampak tegang. Para pekerja berkumpul di sekitar crane yang rusak, sementara Dimas tampak berbicara dengan teknisi.
"Pak Budi, terima kasih sudah datang," kata Dimas begitu melihatnya. "Teknisi bilang ada masalah dengan hidrolik. Butuh waktu beberapa jam untuk memperbaikinya."
Budi menepuk bahu Dimas. "Tenang, Dimas. Ini bagian dari pekerjaan kita. Risiko seperti ini pasti ada."
Dimas mengangguk, meski wajahnya masih tampak cemas. "Saya hanya khawatir jadwal kita jadi terganggu, Pak."
"Kita memang tidak bisa menghindari semua masalah, tapi kita bisa menghadapinya dengan tenang dan mencari solusi terbaik," kata Budi, menatap crane yang rusak. "Pastikan semua pekerja tetap aman dan kita akan atur ulang jadwal setelah teknisi selesai."
Dimas tersenyum kecil. "Anda selalu bisa membuat masalah terlihat lebih mudah, Pak."
"Itu karena saya sudah melalui banyak hal seperti ini, Dimas. Ingat, masalah adalah guru terbaik kita. Mereka memaksa kita untuk berpikir kreatif dan tetap tangguh," jawab Budi.
Mereka berdua tertawa kecil, mencairkan suasana tegang yang sempat menyelimuti. Budi kemudian mulai memberikan instruksi kepada timnya untuk memastikan pekerjaan lain tetap berjalan sambil menunggu crane diperbaiki.
Di tengah kesibukan, seorang pekerja bernama Andi mendekat. "Pak Budi, apakah kita perlu menghubungi pemasok untuk mempercepat pengiriman bahan bangunan?"
Budi mengangguk. "Ya, Andi. Itu ide bagus. Pastikan semuanya sudah diatur dengan baik. Kita harus memanfaatkan waktu ini seefisien mungkin."
Setelah beberapa jam berlalu, crane akhirnya diperbaiki dan pekerjaan kembali berjalan lancar. Budi menyempatkan diri berbicara dengan beberapa pekerja, memastikan semuanya berjalan dengan baik dan mendengarkan keluhan atau masukan mereka.
Saat hari mulai gelap, Budi berdiri di tepi lokasi proyek, memandangi hasil kerja keras timnya. Dimas mendekat, berdiri di sampingnya.
"Terima kasih, Pak Budi. Anda benar-benar inspirasi bagi kami," kata Dimas dengan tulus.
Budi tersenyum hangat. "Kita semua belajar dari masalah yang ada, Dimas. Yang penting, kita tetap kompak dan terus berusaha. Esok pasti akan lebih baik."
Dengan langkah mantap, Budi meninggalkan lokasi proyek, kembali ke kantornya dengan perasaan puas. Meski tantangan besar menanti, dia siap menghadapinya. Bagi Budi, setiap hari adalah kesempatan baru untuk belajar dan tumbuh. Dan itulah yang membuat hidup ini begitu menarik dan berharga.
Comments
Post a Comment